Festival Kabupaten/Kota Layak Bagi Anak mengajar dan mengajak masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi anak. Suasana yang kondusif ini berdampak pada pembentukan karakter dan fisik anak agar menjadi generasi masa depan berkualitas.
"Targetnya adalah untuk menciptakan Indonesia Layak Bagi Anak (Idola). Caranya, kabupaten/kota mempraktikkan konsep layak anak di wilayah masing-masing," kata Lenny Rosalin, Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), pada Festival Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA) di Jakarta, Sabtu (7/11). Acara tersebut berlangsung di Gelora Bung Karno hingga hari Minggu (8/11). Dalam acara itu ada berbagai tenda kegiatan yang memperkenalkan hak-hak dasar anak.
Data KPPPA hingga September 2015 menyebutkan, ada 264 kabupaten/kota yang menerapkan konsep KLA. Surakarta, Surabaya, dan Denpasar sejauh ini merupakan model terbaik karena selain komitmen pemerintah daerah, gerakan masyarakat juga aktif menyosialisasikan rumah, sekolah, lingkungan, hingga arena bermain ramah anak.
Fokus yang ditanamkan dalam kegiatan ini adalah pengenalan lima kluster hak anak kepada masyarakat secara luas. Lima kluster tersebut adalah hak dan kebebasan sipil; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dan kesejahteraan dasar; pendidikan, waktu luang, dan kegiatan budaya; serta perlindungan khusus.
Melalui lima kluster dasar tersebut, dibentuk indikator KLA yang menjadi panduan. "Dalam hal ini, segala aspek masyarakat, mulai dari pemerintah, dunia swasta, lembaga swadaya masyarakat, hingga keluarga, harus bekerja sama memenuhi indikator-indikator tersebut. Jadi, pelaksanaannya bukan sekadar simbolis," kata Lenny.
Pemenuhan hak dasar merupakan indikator pertama yang harus dilakukan. Di Indonesia, hak dasar yang belum dipenuhi adalah akta kelahiran untuk setiap anak. Rini Handayani, Asisten Deputi Pengembangan KLA KPPPA, menuturkan, baru 72 persen anak Indonesia yang memiliki akta. Tanpa dokumen tersebut, mereka tidak bisa mengakses layanan pendidikan, kesehatan, hingga pencatatan pernikahan ketika dewasa.
"Kita bisa mencontoh Filipina yang 100 persen warganya punya akta. Pemerintahnya proaktif mendekati masyarakat. Apabila kepala desa atau camat lalai memberi akta kelahiran, ia akan mendapat sanksi untuk perkembangan karirenya," ujar Rini. Demikian cara membangun lingkungan layak bagi anak.
No comments:
Post a Comment